ANALISIS ORGANISASI   Leave a comment

Komunitas masyarakat diikat oleh suatu peraturan atau ketentuan yang harus ditaati, inilah yang dimaksud dengan organisasi. Komunitas masyarakat lebih bersifat bebas dan relative tidak ketat ikatan dalam suatu ketentuan atau peraturan, sanksinya pun tidak terlalu jelas. Sedangkan organisasi relative ikatan ketentuan atau peraturan ketat dan sanksinya pun sangat jelas (Makmur, 2008; 106)

Menurut Makmur, secara fenomenologis, komunitas dan organisasi sangat sulit dibedakanbmisalnya dikatakan komunitas bisnis, komunitas birokrasi, komunitas politik, tetapi dilain pihak juga dapat dikatakan organisasi bisnis, organisasi birokrasi, organisai politik dan lain sebagainya. Hal semacam inilah merupakan keajaiban ilmu pengetahuan, dimana pandangan ilmuan administrasi lebih popular dengan menggunakan istilah organisasi, sedangkan bagi ilmuan sosiologi lebih popular dengan menggunakan istilah komunitas masyarakat

Kognitif pemikiran manusia terus menerus menemukan penalaran yang lebih banyak terhadap kandungan makna dalam suatu organisasi. Pemikiran yang sadar dipengaruhi oleh berfungsinya otak manusia untuk memahami dan diapresiasikan kedalam afektf, sehingga perilaku anggota organisasi akan dapat mencapai konatif, dengan digambarkan kedalam aktifitas yang beraneka ragam. Argumentasi semacam ini memberikan gambaran kepada kita bahwa organiasi itu adalah sesuatu yang bersifat abstrak, hanya dapat digambarkan dalam alam pemikiran manusia saja, sulit dilihat, atau dengan kata lain hanya dapat dirasakan eksistensi keberadaannya. (Makmur, 2008; 107)

Organisasi dikatakan berhubungan dengan aspek social, karena memang subjek dan objeknya adalah manusia yang diikat oleh nilai-nilai tertentu. Nilai adalah hakekat moralitas, kehendak untuk memenuhi kewajiban manusia, baik dalam organisasi formal maupun organisasi informal. Nomena nilai dalam suatu organisasi dapat diperoleh dari berbagai pengalaman. Pimpinan organisasi itu dikatakan jujur hanya bias diketahui melalui pengalaman, tetai kejujuran itu sendiri merupakan suatu nilai positif dan ketidakjujuran sebagai nilai negative.

Penilaian organisasi adalah suatu pernyataan yang mengungkapkan pendirian, sikap dan pendapat seseorang atau beberapa orang tentang keadaan organisasi. Seluruh deretan nilai yang dikemukakan oleh penilai terhadap sebuah organisasi akan berbeda-beda tentang karakter nilai itu sendiri. Hal ini dipengaruhi oleh pengalaman dan pemahaman setiap penilai. Kreatifitas penilai sesuatu organisasi juga dipengaruhi tindakan objektiftas dan subjektifitas cara memandang keberadaan organisasi itu, yang terdiri atas organisasi formal dan organisasi informal. (Makmur, 2008; 109)

PENDEKATAN ANALISIS ORGANISASI

Menurut Muh Tahir Malik, (2010), sifat abstrak organisasi dan keterkaitannya dengan aspek social menyebabkan cakupan organisasi menjadi sangat luas yang berakibat bahwa studi mengenai organisasi juga dapat dilakukan menurut berbagai sudut pandang yang berbeda. Beberapa pendekatan dalam teori organisasi yang masing-masing diengaruhi oleh cara yang digunakan untuk meninjau masalah organisasi. Muh Tahir Malik dalam bukunya teori-teori organisasi (2010) menyebutkan pengelompokkan pedekatan teori organisasi itu menjadi tiga aliran utama sesuai dengan kurun waktu pemunculannya, dirangkum sebagai berikut:

1. Pendekatan klasik

a. Teori Taylor

Pendekatan klasik dalam teori organisasi diilhami oleh sejumlah konsep yang dikemukakan Frederick W Taylor pada tahun 1919 Rumusan Frederick W Taylor berdasarkan pengalamannya bekerja di sbuah perusahaan baja Betlehem Steel di Amerika Serikat yang secara langsung menyangkut permasalahan organisasi.

Namun begitu, pengembangannya melahirkan pandangan klasik yang terutama berbicara mengenai anatomi organisasi. Konsep Taylor membahas pengaturan cara bekerja, khususnya untuk pekerja pelaksana seperti tukang, operator mesin dan lain sebagainya. Konsep ini mencoba merumuskan cara kerja yang paling efisien. Sebagai seorang ahli teori organisasi, Taylor memusatkan perhatian pada cara terbaik pembagian kerja di tempat kerja dan bukan pada pertanyaan-pertanyaan organisasi secara keseluruhan.

b. Teori Fayol

Sebagai seorang teoritis, Fayol pertama-tama harus berurusan dengan pertanyaan mengenai struktur organisasi, tetapi resep atau aturan-aturannya juga menyentuh pelaksanaan tenaga kerja. Dengan kecenderungan kearah struktur, dia menyarankan sesuatu yang lebih terpusat yang secara fungsional mengkhususkan struktur organisasi dimana setiap orang atau segala sesuatu menempati tempat yang telah ditetapkan.

c. Teori Urwick dan Gulick

Luther Gulick dan Lindal Urwick mengemukakan pengalaman manajerialnya lebih focus pada prinsip-prinsip yang mempengaruhi pembagian kerja, koordinasi, menciptakan departemen meliputi tujuan, proses, personil dan tempat.

d. Teori Max Weber

Menurut Max Weber birokrasi merupakan bentuk organisasi yang paling efisien bila digunakan dalam organisasi yang kompleks sebagai tuntutan masyarakat modern. Prinsip-prnsip birokrasi yang diungkapkan Max Weber adalah, hirarki otoritas yang meliputi hubungan atasan-bawahan dan rantai komando, pembagian tugas pekerjaan yang jelas berdasarkan kompetensi dan spesialisasi fungsional, adanya system aturan regulasi dan prosedur, adanya suatu aturan hokum yang tidak mengenal hubungan pribadi, adanya system prosedur kerja yang menggunakan standarisasi metode, adanya seleksi dan promosi pegawai berdasarkan kompetensi manajerial dan teknis serta otoritas kekuasaan haya berlaku di kantor atau tepat kerja dimana posisi dan jabatan bukan milik individu yang bersangkutan tetapi institusi yang mempekerjakannya.

2. Pendekatan Neo-Klasik

Pendekatan Neo-Klasik atau disebut juga sebagai pendekatan Human Relation karena perhatiannya terpusat pada aspek hubungan antar manusia dalam organisasi yang bertumpu pada beberapa prinsip berikut :

a. Organisasi adalah suatu system social dimana hubungan antara para anggotanya merupakan interaksi social.

b. Interaksi social itu menyebabkan munculnya kelompok non formal dalam organisasi yang memiliki nora sendiri dan berlaku serta menjadi pegangan bagi seluruh anggota kelompok. Norma kelompok tersebut berpengaruh terhadap sikap maupun prestasi anggota kelompok.

c. Interaksi social antar anggota organisasi perlu diarahkan agar pengaruhnya positif bagi prestasi individu maupun kelompok. Karena itu diperlukan saluran komunikasi yang efektif yang memudahkan untuk mengarahkan interaksi social antar anggota organisasi demi peningkatan prestasi.

d. Kelompok-kelompok non formal tersebut bisa saja mempunyai tujuan yang berbeda dengan kepentingan organisasi. Karena itu, pola kepemimpinan yang hanya memperhatikan struktur formal perlu dilengkapi dengan perhatian terhadap aspek psiko-sosial pekrja, agar tujuan kelompok-kelompok non formal tersebut dapat diarahkan sesuai dengan kepentingan organisasi. Untuk itu manajemen perlu memiliki keterampila social disamping keterampilan teknis agar mampu membina munculnya ikatan social yang baik dalam organisasi.

3. Pendekatan Modern

Pendekatan klasik memusatkan perhatian pada anatomi organisasi dan tidak memperhatikan aspek social, sedangkan pendekatan neo-klasik justru mementingkan aspek social tetapi kurang memperhatikan anatomi organisasi. Karena itu, antara berbagai pendekatan tersebut tidak bisa tercapai suatu kesatuan pandangan mengenai masalah organisasi.

Akibatnya, solusi yang muncul dalam analisis terhadap suatu masalah organisasi seringkali berbeda-beda tergantung pada jenis pendekatan yan digunakan sebagai dalam analisis yang dilakukan Muncul pendekatan modern dalam teori organisasi yang seringkali dianggap sebagai pendekatan yang mampu menyatukan seluruhan pandangan dalam analisis organisasi. Pendekatan ini munculnya diawali oleh suatu penelitian yang dilakukan Joan Woodward pada akhir tahun 1950an terhadap seratus perusahan industry di South Essenx-Inggris.

Pendekatan modern mempunyai beberapa perbedaan yang mendasar jika dibandingkan denga dua pendekatan sebelumnya :

a.Pendekatan modern memandang organisasi sebagai suatu system yang terbuka yang berarti bahwa organisasi merupakan bagian (sub istem) dari lingkungannya, sehingga organisasi dapat dipengaruhi atau mempengaruhi lingkungannya. Pendekatan-pendekatan sebelumnya selalu memandang organisasi sebagai suatu system tertutup yang tidak dipengaruhi oleh lingkungannya. Karena pandangan ini, pendekatan modern juga sering disebut sebagai pendekatan system.

b. Keterbukaan dan keterbukaan organisasi terhadap lingkungannya menyebabkan bentuk organisasi harus disesuaikan dengan lingungan dimana organisasi tu berada. Pedekatan lainnya karena tidak melihat keterbukaan organisasi, beranggapan bahwa bentuk organisasi yang ideal bisa berlaku secara umum tanpa memperhatikan keadaan lingkungan dimana organisasi itu berada.

Pendekatan modern karena perhatiannya kepada keterbukaan dan ketergantungan organsasi pada lingkungannya, seringkali merupakan merupakan satu-satunya pendekatan yang mampu menjelaskan fenomena-fenomena nyata yang terjadi disekeliling kita. Didalam teori organisasi, terdapat beberapa pola atau “blueprint” yang berkembang, mulai dari paradigma klasik (frist blueprint), paradigma human (second blueprint), paradigma system (third blueprint) dan paradigma kolaborasi (forth blueprint). (Limerick dan Cunnington, 1993 dalam Keban, 2008 : 129).

Organisasi yang dirancang pada blueprint pertama ini berorientasi pada efisiensi tinggi dengan mengajukan sistim otoritas dan kendali yang sangat hirarkis dengan rentang kendali yang sangat sempit. Blueprint pertama banyak dikritisi terkait dengan perlakuan terhadap anggota organiasi sebagai mesin serta tidak melihat atau menghargai partisipasi anggotanya. Terlihat adaya pergeseran pandangan tentang manusia dalam organisasi dalam blueprint kedua. Manusia dilihat sebagai makhluk sosial yang dapat membentuk sendri kelompok kelompok informasi sesuai dengan keinginannya dan bekerja pada kondisi kerja yang menyenangkan.

Pada blueprint ketiga, dikenal dengan adaya dua system organisasi yang disebut dengan mechanistic system dan organic system. Mechanistic system menekankan pada struktur organisasi yang formal dan cenderung hirarkis dengan kendali yang sangat terpusat, mementingka hubungan kendali antar satu orang diatas dan satu orang dibawah, terikat dengan kontrak psikologis dengan atasan dan bukan oleh norma atau nilai yang ada. Sedangkan organic system lebih meninitik beratkan pada orang, bukan tugas, mencoba mengurangi peranan hirarki memiliki struktur kelompok yang bersifat fleksibel dan selalu mengutamaka nilai atau norma.

Munculnya blueprint keempat atau paradigm baru yang mengarahkan perhatian pada realita dan kebutuhan. Organisasi hendaknya membentuk didalamnya pasangan-pasangan unit kerja (Loose coupling within organization). Loose coupling baik didalam maupun antara organisas merupakan pusat perhatian utama paradigm baru ini. Menurut Keban (2008) Perubahan paradigma dalam organisasi dapat juga dilihat dari kacamata lain, yaitu diwarnai oleh paradigma birokrasi dan post birokrasi.

DIMENSI ORGANISASI

Dalam melakukan anailisis terhadap permasalahan organisasi, tidak terlepas dari penetapan karateristik organisasi. Karakteristik organisasi itu sendiri hanya dapat dilakukan jika mengetahui dimensi organisasi. Menurut Muh Tahir Malik, dimensi organisasi terdiri dari dimensi structural dan dimensi kontekstual. Masing-masing dimensi itu mempunyai sifat tersendiri sebagai berikut :

1. Dimensi Struktural Menggambarkan karakteristik internal suatu organissi dan terdiri atas dimens berikut :

a. Formalisasi ; menunjukan tingkat penggunaan dokumen tertulis dalam organisasi, yang menggambarkan perilaku serta kegiatan organisasi.

b. Spesialisasi ; menunjukan derajat pembagian pekerjaa dalam organisasi.

c. Stadarisasi ; menggambarkan derajat kesamaan dalam pelakanaan pekerjaan

d. Sentralisasi ; menunjukan pembagian kekuasaan menurut tingkatan (hirarki) dalam organisasi antara lain ditunjukan dengan jenis dan jumlah keputusan yang boleh ditetapkan pada setiap tingkatan.

e. Hirarki kekuasaan ; menggambarkan pola pembagian kekuasaan serta rentang kendali secara umum.

f. Kompleksitas ; menunjukan banyaknya kegiatan (subsistem) dalam organisasi dan terdiri atas kompleksitas vertical, menunjukan jumlah tingkatan yang ada dalam organisasi dan kompleksitas horizontal yang menunjukan pembagian kegiatan secara horizontal yanitu menjadi bagian-baian yang secara vertical berada pada tingkata yang sama.

g. Profesionalisme ; menunjukan tingkat pendidikan formal atau tidak formal rata-rata yang dimiliki anggota organisasi.

h. Konfigurasi ; menunjukan bentuk pembagian anggota organisasi kedalam bagian-bagian baik secara vertical maupun horizontal.

2. Dimensi Kontekstual Menggambarkan karateristik keseluruhan suatu organisasi yang mencakup lingkungannya dan terdiri atas :

a. Ukuran organisasi ; menunjukan jumlah anggota (persoil) organisasi.

b. Teknologi organisasi ; menunjukan jenis dan tingkat teknologi dari siste produksi suatu organisasi.

c. Lingkungan ; menggambarkan keadaan semua elemen lingkungan yang terdapat diluar batas-batas organisasi terutama elemen-elemen lingkungan yang berpengaruh terhadap organisasi. Organisasi terdiri dari sub system yang membutuhkan koordinasi, komunikasi dan control agar dapat efektif. Maka makin kompleks sebuah organisasi, maka makin besar kebutuhannya akan alat komunikasi, koordinasi dan control yang efektif. Dengan kata lain, jika kompleksitas meningkat, maka akan demikian juga halnya dengan tuntutan terhadap manajemen untuk memastikan bahwa aktivitas-aktivitas yang diferensiasi dan disebar bekerja dengan mulus dan secara bersama kearah pencapaian tujuan organisasi. (Tahir, 2010 ; 74)

Apa arti kompleksitas bagi para menejer ? adalah menciptakan permintaan dan kebutuhan yang berbeda dari waktu manajer. Makin tinggi kompleksitas, makin besar pula jumlah perhatian yang harus mereka berikan untuk menghadapi masalah komunikasi, koordinasi dan control. Kompleksitas merujuk pada tingkat diferensiasi yang ada didalam sebuah organisasi.

1. Diferensiasi horizontal. Diferensiasi horizontal merujuk pada tingkat diferensiasi antara unit-unit berdasarkan orientasi anggotanya, sifat dan tugas yang mereka laksanakan, dan tingkat pendidikan serta pelatihannya. Dapat dikatakan bahwa semakin banyak jenis pekerjaan yang ada dalam organisasi yang membutuhkan pengetahuan dan keterampilan yang istimewa, semakin kompleks pula organisasi tersebut. Bukti paling nyata pada organisasi yang menekankan diferensiasi horizontal adalah spesialisasi dan departemantalisasi. Keduanya saling berhubungan. Pembagian kerja menciptakan kelompok-kelompok spesialis. Cara mengelompokkan para spesialisasi itu disebut departementalisasi. Oleh karena itu, departementalisasi adalah cara organisasi secara khas mengkoordinasikan aktivitas yang telah diferensiasi secara horizontal.

2. Diferensiasi Vertikal Diferensiasi vertical merujuk pada kedalaman struktur. Diferensiasi meningkat demikian pula kompleksitasnya, karena jumlah tingkatan hirarki didalam organisasi bertambah. Makin banyak tingkatan yang terdapat diantara top manajemen dan tingkat hirarki yang paling rendah makin besar pula potensi terjadinya distorsi dalam komunikasi, dan makin sulit mengkoordinasi pengambilan keputusan dari pegawai manajerial, serta makin sukar bagi top manajemen untuk mengawasi kegiatan bawahannya.

3. Diferensiasi Spasial Organisasi dapat melakukan aktivitas yang sama dengan tingkat diferensiasi horizontal dan pengaturan hirarki yang sama diberbagai lokasi. Tetapi keberadaan berbagai lokasi tersebut meningkatkan kompleksitas yang menjadi elemen ketiga dalam kompleksitas yaitu diferensiasi spasial yang merujuk pada tingkat sejauh mana lokasi dari kantor, pabrik dan personalia sebuah organisasi tersebar secara geografis. Diferensiasi spasial dapat dilihat sebagai perluasan dari dimensi dan diferensiasi horsontal dan vertical. Artinya, adalah mungkin untuk memisahkan tugas dan pusat kekuasaan secara geografi. Pemisahan ini mencakup penyebaran jumlah maupun jarak. Ada beberapa tingkatan dalam melakukan analisis terhadap organisasi yaitu dimulai dari system yang paling besar menuju kearah system yang paling kecil. Dalam organisasi, system yang paling besar adalah

1. komunitas dan lingkungan.

2. organisasi keseluruhan,

3. bagian dari organisasi dan

4. kumpulan individu (kelompok/group). Seperti dalam gambar berikut :

Dengan demikian analisis terhadap organisasi dimulai dari keadaan komunitas lingkungan organisasi kemudian berakhir pada analisis terhadap kumpulan individu yang merupakan anggota organisasi. Analisis terhadap individu, secara khusus dinyatakan sebagai analisis perilaku, merupakan pendekatan mikro yang mempelajari motivasi, kepemimpinan, kepribadian dan aspek-aspek lainnya merupakan pendekatan psikologis dalam analisis terhadap anggota organisasi.

Posted Maret 23, 2012 by katakatakita in umum

Tinggalkan komentar